Suara Merdeka, 11 Juli 2011
SEBAGAI pusat peredaran planet-planet di tata surya, matahari merupakan
sumber energi bagi makhluk di bumi. Energi itu dihasilkan dari reaksi
termonuklir untuk mengubah hidrogen menjadi helium yang terjadi di perut
matahari. Suhu di bagian pusat matahari yang terdiri dari gas
berkerapatan 100 kali kerapatan air di bumi itu, mencapai 15 juta
derajat Celsius.
Di dalam perut matahari terjadi rotasi dan aliran massa atau konveksi
yang memengaruhi gaya magnetnya. Pada aktivitas tinggi, gaya magnet ini
bisa terpelintir atau berpusar hingga menembus permukaan matahari
membentuk ”kaki-kaki”, yang tampak bagai bintik hitam.
Bintik hitam matahari (sunspot) memiliki diameter sekitar 32.000
kilometer, atau 2,5 kali diameter bumi, umumnya terdiri dari dua bagian,
yaitu bagian dalam yang disebut umbra, berdiameter 13.000 km atau
seukuran diameter rata-rata bumi dan bagian luar disebut penumbra yang
garis tengahnya kurang lebih 19.000 km. Suhu penumbra lebih panas dan
warnanya lebih cerah dibanding umbra.
Suhu gas yang terbentuk di lapisan fotosfer dan kromosfer di atas
kelompok bintik hitam itu naik sekitar 800 Celsius di atas suhu
normalnya. Akibatnya, gas ini memancarkan sinar lebih besar dibandingkan
dengan gas di sekelilingnya.
Setelah beberapa hari, pelintiran magnetik ini terpecah menjadi beberapa
pelintiran lebih tipis. Masing-masing bergerak melintasi permukaan ke
berbagai arah hingga menghilang.
Seperti di bumi, di permukaan matahari pun terjadi badai. Badai matahari
terjadi di daerah kromosfer dan korona óberada di atas kawasan
munculnya bintik-bintik hitam. Beberapa badai matahari juga muncul
ketika terjadi ledakan cahaya atau flare. Flare adalah ledakan besar di
permukaan Matahari yang disebabkan antara lain oleh rekoneksi (seperti
hubungan singkat pada rangkaian listrik) garis-garis gaya magnetik yang
keluar dari permukaan Matahari. Daerah tempat terjadinya flare
bertemperatur lebih tinggi sehingga tampak lebih terang dari sekitarnya.
Ketika flare muncul, terjadi pelepasan sejumlah besar energi. Umumnya,
kian banyak bintik hitam terbentuk, maka flare pun makin banyak.
Badai Magnetik di Bumi
Sebagaimana dikemukakan oleh para peneliti, flare yang mengeluarkan
partikel kecepatan tinggi dalam badai matahari menyebabkan timbulnya
tekanan pada magnetosfer bumi hingga mengakibatkan badai magnetik di
bumi. Fenomena badai magnetik ini aman bagi kehidupan manusia, tetapi
bisa merusak teknologi komunikasi radio yang digunakan manusia.
Bintik hitam matahari dan flare, menurut guru besar Riset Astronomi dan
Astrofisika, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas
Djamaluddin, beberapa waktu lalu, telah menimbulkan dampak berarti di
beberapa wilayah di bumi óterutama di lintang tinggió karena
meningkatnya elektron di lapisan ionosfer. Kondisi ini bisa
mengakibatkan terbakarnya sistem interkoneksi kelistrikan seperti yang
pernah terjadi pada Ontario Hydro di Kanada pada 1989 yang menyebabkan
sejumlah trafo terbakar dan jaringan listrik di seluruh Quebec padam
selama beberapa jam. Hal serupa juga pernah terjadi di Swedia pada 2003.
Gangguan di lapisan ionosfer di ketinggian 60 km - 6.000 km dari
permukaan bumi ini juga menyebabkan kekacauan dalam penyampaian sinyal
komunikasi frekuensi tinggi, yang menggunakan lapisan itu sebagai media
pemantul sinyal. Sistem navigasi dengan satelit global positioning
system (GPS) menjadi terganggu. Gangguan sistem navigasi ini dapat
berupa kesalahan penentuan ketinggian dan posisi yang dideteksi satelit
dan dipancarkan ke penerima di Bumi, pesawat udara, atau satelit lain.
Jumlah bintik hitam yang tampak dari pengamatan dari bumi bervariasi,
dari 1 - 100 titik. Bintik ini butuh waktu 9 ñ 12 tahun atau rata-rata
tiap 11 tahun sekali untuk mencapai jumlah tertinggi, lalu menurun lagi.
Periode ini disebut siklus bintik matahari.
Thomas Jamaludin mengatakan, jumlah bintik saat aktivitas matahari
maksimum sejak tahun 1900-an hingga sekarang adalah 63-190 bintik per
bulan. Peristiwa ini mengganggu cuaca, kemagnetan, dan kelistrikan
bumi.
Pada tahun 2013 nanti, jumlah bintik matahari diperkirakan mencapai 90
bintik per bulan. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan dengan puncak
aktivitas matahari pada tahun 2000 - 2002 yang mencapai 110 - 120 bintik
per bulan. Sementara sumber lain menyebutkan, jumlah bintik tahun 2013
mencapai 170.
”Data pemantauan bintik matahari dan flare telah terpantau di Stasiun
Pengamatan Matahari di Tanjungsari, Sumedang sejak tahun 1975-an . Dari
teropong matahari terlihat peningkatan bintik matahari terjadi sejak
Desember 2009. Sebelumnya sangat minim , disebut matahari tenang. Data
hasil pemantauan tersebut dapat dimanfaatkan semua pihak yang
berkepentingan. Hasilnya dikirimkan ke Bank Data di Swiss,” ujar Thomas.
Tak Perlu Khawatir
Bintik matahari menunjukkan terjadinya perubahan kondisi magnetik
matahari. Meningkatnya jumlah bintik ini biasanya disertai terjadinya
ledakan matahari (flare), semburan gas matahari (filamen atau
prominensa), dan lontaran material korona (coronal mass ejection/CME).
Pada 21 Juni 2011 lalu, instrumen koronograf SOHO (Solar and
Heliospheric Observatory) menangkap ledakan flare yang menimbulkan
korona. Korona adalah bagian atas atmosfer matahari yang suhunya
mencapai 2 juta derajat Celsius. Suhu korona jauh lebih panas
dibandingkan permukaan matahari yang hanya sekitar 6.000 derajat
Celsius.
Korona menyebarkan awan partikel ke berbagai arah selama 12 jam. Awan
partikel ini akan menimbulkan pengaruh bagi bumi dalam skala ringan
beberapa hari kemudian dan akan menghasilkan aurora.
Lebih lanjut , Thomas Djamaluddin, mengatakan, dalam kondisi normal,
matahari memancarkan partikel bermuatan yang memiliki energi, seperti
proton dan elektron, terus-menerus ke angkasa. Saat aktivitas matahari
meningkat, jumlah lontaran partikel bermuatan itu, khususnya dari
ledakan matahari dan lontaran material korona, juga meningkat.
Peningkatan partikel inilah yang disebut sebagai badai matahari (solar
strom).
Selain membawa energi, lontaran partikel ini membawa medan magnet yang
menimbulkan radiasi elektromagnetik dalam jumlah besar atau badai
magnetik. Badai magnetik ini memengaruhi medan magnet antarplanet dan
magnet bumi.
Jika partikel berenergi tinggi dari ledakan matahari mengarah ke bumi,
ia akan sampai ke bumi dalam waktu 1-2 hari sejak terjadinya ledakan.
Adapun radiasi elektromagnetiknya, antara lain sinar X dan sinar gamma,
akan tiba dalam waktu 8 menit di bumi. Untuk partikel bermuatan yang
dihasilkan lontaran material korona akan tiba di bumi dalam waktu 1-3
hari.
Ketika tiba di bumi, partikel bermuatan dan berenergi tinggi itu akan
berinteraksi dengan medan magnetik bumi. Partikel ini akan diarahkan
oleh medan magnet bumi untuk bergerak sesuai garis medan magnet bumi
menuju Kutub Utara atau Kutub Selatan magnet bumi, yang letaknya di
dekat Kutub Utara dan Kutub Selatan Bumi.
Ketika partikel berenergi itu berbenturan dengan partikel di atmosfer
bumi, maka partikel udara, khususnya nitrogen, akan terionisasi.
Ionisasi partikel ini mewujud dalam garis cahaya warna-warni di langit
yang disebut aurora yang hanya bisa dinikmati oleh penduduk di dekat
kutub bumi.
Dilindungi Medan Magnet
Kepala Pusat Sains Antariksa, Lapan, Clara Yono Yatini, di sela-sela
sosialisasi fenomena cuaca antariksa 2012 - 2015 di Denpasar, Bali,
beberapa waktu lalu menuturkan, secara alami bumi dilindungi oleh medan
magnet bumi dari pancaran partikel berenergi dan medan magnet matahari.
Karena itu, manusia di permukaan bumi aman dari dampak badai matahari.
Masyarakat tidak perlu khawatir karena badai matahari tidak akan
menghancurkan peradaban dunia. “ Sekali lagi, saya tekankan bahwa dampak
badai matahari hanya merusak sistem teknologi saja,” tegas Clara Yono
yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang Aplikasi Geomagnet dan
Magnet Antariksa Lapan.
Sistem teknologi yang terpengaruh, hanya menimbulkan gangguan jaringan
komunikasi. Dampak lainnya dari badai matahari adalah terjadinya
gangguan pada medan magnet bumi. Seperti tahun 1989 saat badai matahari
menyerang Kanada, jelas Clara, terjadi pemadaman listrik karena trafo
di pusat jaringan listrik terbakar akibat arus yang sangat besar di
bawah permukaan bumi. Badai matahari ini dapat diantisipasi agar tidak
menimbulkan kerusakan, seperti mematikan sementara jaringan satelit dan
jaringan listrik pada saat terjadi badai matahari.
“Masyarakat jangan terpengaruh dengan film 2012 karena itu menyesatkan,”
pesan Clara Yono. Lapan kini gencar melakukan sosialisasi soal fenomena
cuaca antariksa 2012 - 2015 kepada masyarakat untuk meluruskan
cerita-cerita miring terkait kiamat yang tidak jelas dasarnya.
Isu kiamat tahun 2012 seperti yang digambarkan dalam film 2012 memang
selama ini terus dikaitkan dengan sejumlah fenomena alam yang akan
terjadi di bumi, di antaranya badai matahari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar