Sabtu, 12 Maret 2011

Hadapi dan nikmati perubahan itu....

Apa saja yang sudah anda alami dalam beberapa bulan belakangan ini? Adakah yang putus cinta setelah bertahun-tahun menjalin hubungan? Atau sebaliknya, jatuh cinta setelah bertahun-tahun menjomblo? Ada yang baru menikah?  Pergantian pimpinan, atau mutasi tugas ke instansi lain yang jaraknya relatif agak jauh dibanding tempat kerja sebelumnya?
Suatu peristiwa jika terjadi pada diri kita, otomatis akan membawa kita pada kondisi yang berbeda dari sebelumnya. Kita menyebutnya sebagai perubahan. Tidak semua orang menyukai menyukai perubahan sebab perubahan membutuhkan penyesuaian. Masa-masa penyesuaian bukanlah hal yang menyenangkan bagi kebanyakan orang, meski untuk perubahan yang terkesan positif sekalipun.
Promosi jabatan misalnya, peristiwa yang ditunggu-tunggu. Tetapi bukan berarti tidak membawa konsekuensi yang butuh penyesuaian. Tanggung jawab jelas bertambah. Pasangan mengeluh karena merasa terabaikan. Ditambah lagi kekikukan memberi tugas kepada rekan yang kini menjadi stafnya, apalagi staf yang usia atau masa kerjanya lebih lama...
Jadi, bisa dibilang hukum pertama perubahan adalah bahwa perubahan itu adalah sesuatu yang pasti terjadi.
Hukum kedua adalah perubahan butuh penyesuaian... . Adakah orang yang tidak berhasil melewati masa-masa penyesuaian ini?
Tentu ada...
 Cukup banyak  mahasiswa yang drop out, padahal sebelumnya terkenal pandai di sekolah. Pasangan jadi sering bertengkar setelah kehadiran anak pertama. Suami mengeluhkan istri tidak lagi perhatian, sementara istri kecewa karena suami tetap terlelap meski anak menangis tengah malam.
Kita mengenal istilah gegar budaya ( culture shock ) yang dialami orang yang terkaget-kaget begitu tiba di tempat asing. Ada yang tetap saja gegar meski sudah melewati batasan waktu adaptasi rata-rata yang dibutuhkan kebanyakan orang. 
Tetapi banyak juga yang sukses melewati masa-masa ini. mungkin perlu dibedakan terlebih dahulu istilah adaptasi ( adaptation ) dan penyesuaian ( adjustment ), sekalipun dalam Bahasa Indonesia adaptasi juga sering diartikan sebagai penyesuaian.
Adaptasi adalah proses mengubah perilaku seseorang untuk disesuaikan dengan tuntutan situasi. Sedangkan penyesuaian adalah pengalaman atau perasaan  yang sifatnya subyektif atau personal berkenaan dengan upaya adaptasi yang dilakukan.
Orang yang berhasil melakukan adaptasi belum tentu berhasil melakukan penyesuaian. Ia memang mengubah perilakunya untuk memenuhi tuntutan situasi, tetapi tidak demikian dengan hatinya. Ia cenderung tertekan dan banyak mengeluh. Sedangkan orang yang berhasil melakukan penyesuaian, ia tidak merasakan adaptasinya sebagai siksaan. Setiap perilaku adaptif yang ia lakukan justru memberinya semangat untuk terus mengikuti aliran prosesnya.
Tetapi kita jangan terlalu keras pada diri sendiri, karena hukum ketiga terkait dengan perubahan yaitu adaptasi dan penyesuaian, adalah sebuah proses, dan proses membutuhkan waktu. Kita juga tidak harus memaksa diri untuk langsung berhasil melakukan penyesuaian. Adaptasi adalah langkah awal, berhasil melakukannya  dapat mempercepat proses penyesuaian, asalkan kita paham  cara memaknainya.
Tetapi ada hal-hal yang harus diperhatikan untuk memperlancar kedua proses ini.

Pertama, 
yakinlah bahwa beradaptasi dan menyesuaikan diri merupakan kemampuan alamiah kita. Sang Pencipta sudah melengkapi kita dengan sistem kekebalan psikis yang menakjubkan.
Coba ingat-ingat mungkin Anda pernah sehabis berjalan keliling mal, saat Anda duduk, Anda baru merasakan betapa pegalnya kaki. Mengapa tidak terasa sebelumnya? Mungkin anda begitu semangat sampai tidak merasakan lelah. Ini bukan sekedar persoalan stamina, tetapi contoh sederhana bahwa manusia memiliki kekuatan psikologis untuk mengatasi tekanan asalkan termotivasi untuk melalukakannya. Hanya saja kita sering mengabaikan kekebalan ini, kecenderungan yang dinamakan immune neglect.

Kedua, 
mungkin untuk dapat meyakinkan lagi bahwa kita mampu, tahukah Anda bahwa hidup manusia mengikuti hukum regresi ke arah rata-rata? Maksudnya manusia tidak akan selalu sangat sedih atau selalu sangat senang.
Pengalaman hidup manusia jika diakumulasikan jumlahnya justru akan mendekati rata-rata. Kenyataan ini sungguh sangat menghibur pada saat kita dalam proses adaptasi. Kita bisa berkata pada diri sendiri, "Tenang, masa-masa sulit akan segera berakhir."

Ketiga, 
tubuh manusia mengenal mekanisme desensitisasi. Maksudnya kita tidak sensitif lagi terhadap sesuatu hal setelah terpapar terus menerus pada hal itu. Lama-lama kita terbiasa dengan keadaan baru meski awalnya keadaan itu sangat mengganggu. 
Contoh, kita menderita karena baru saja putus cinta. Jelas saja kondisi tanpa si dia sangat menyakitkan setelah sebelumnya selalu bersama. Tetapi percayalah lama-lama kita akan terbiasa dengan situasi ini, dan suatu saat akan menemukan yang baru.

Keempat, 
coba lihat orang lain yang sudah mengalami hal yang kurang lebih sama dan berhasil melewati masa adaptasi. Apa yang dinamakan perbandingan sosial ke atas ( upward social comparison ) ini terbukti efektif meningkatkan rasa percaya diri bahwa kita juga bisa berhasil seperti orang lain.

Kelima, 
stop pikiran negatif yang memang tidak akan berhenti jika tidak dihentikan, karena semua tergantung kita sendiri.

Keenam, 
carilah informasi sebanyak-banyaknya sebelum perubahan itu terjadi, baik sisi positif maupun negatif dari perubahan tersebut. Seorang calon ibu perlu mengetahui bahwa bayi mungilnya tidak akan selalu menggemaskan. Ia harus paham bahwa sang bayi ada kalanya menjjengkelkan atau proses menyusui bisa jadi menyakitkan. Dengan demikian, tingkat keterkejutan tidak akan terlalu tinggi.

Ketujuh, 
persiapan diri merupakan hal yang sangat penting. Setidaknya dapat mengurangi tekanan yang pasti ada dalam setiap perubahan. Pasangan yang mau memiliki anak sudah harus mempersiapkan dana tambahan. Orang yang mau menetap di negara lain sebaiknya menguasai level percakapan dasar bahasa resmi negara tersebut. Jika tidak, kendala komunitas akan memperberat proses adaptasi.

Kedelapan, 
carilah informasi ketika perubahan sudah terjadi. Tidak semua perubahan dapat kita antisipasi, sering kali dalam hidup terjadi peristiwa tidak terduga. Atau mungkin juga kita terlanjur tidak melakukan langkah ke-enam dan ke tujuh. Jika ini terjadi, pencarian informasi saat perubahan sudah terjadi masih tetap dapat dilakukan.

Kesembilan,
lakukan apa yang harus dilakukan, jangan menghindar, jangan menunda, agar tidak memperparah keadaan ... pada akhirnya tetap harus dikerjakan.
Kesepuluh, carilah dukungan teman-teman dan keluarga. Atau bila perlu carilah kelompok dukungan, yaitu kelompok orang yang mengalami hal yang sama. Kehadiran orang lain dapat menghibur dan menguatkan, meski mereka sekedar mendengarkan. Apalagi berada dalam kelompok orang yang mengalami hal yang sama, perasaan dimengerti dan saling  berbagi tips-tips berdasarkan pengalaman pribadi, akan membantu kita melewati masa-masa sulit.
Sampai di sini, kita sudah berhasil melakukan adaptasi dan dapat lanjut ke tahap penyesuaian.
Mulailah berbangga pada diri sendiri karena sudah mampu beradaptasi meski belum dapat menikmati.
Menurut Morita Masatake, psikoterapis Jepang yang pertama kali menggagas psikchology of action, melakukan tindakan adaptif dalam kondisi tertekan patut diacungi jempol. Kita pantas menangis bila kehilangan anggota tubuh, ini sangat manusiawi. Tetap beraktivitas di tengah air mata, jelas menunjukkan kekuatan kita.

FOKUS PADA KEINDAHAN
Sekarang saatnya kita sampai pada tahap puncak yang menjadi hukum keempat : nikmati perubahan. Pada hari-hari pertama mungkin akan sulit tetapi cobalah temukan keindahannya. Akan lebih mudah menikmati perubahan jika ada keindahan di dalamnya.
Menurut psikolog dari Loyola Universitas Chicago, Fred B. Bryant, manusia memiliki savoring, yaitu kapasitas untuk menikmati, memberi perhatian, menghargai, yang dengan sendirinya akan memperkuat rasa indah pada peristiwa positif yang dialami.Bryant memang hanya bicara mengenai peristiwa positif. Namun keindahan itu tentu bisa kita ciptakan sendiri, tidak terbatas pada pengalaman menyenangkan. Sama seperti halnya kita bisa mengabaikan yang indah karena berfokus pada yang tidak indah, kita juga bisa memberi perhatian pada yang indah meski di tengah kondisi baru yang tidak indah.
Kita juga bisa menikmati kemandirian ketika tidak lagi hidup bersama pasangan. Sama halnya dengan kita menikmati kebersamaan saat berubah status dari lajang menjadi suami/istri.
Kita juga bisa menikmati kebebasan dan kesempatan memanjakan diri ketika anak-anak tumbuh menjadi dewasa dan tidak lagi tinggal bersama kita. Memang ada yang berubah , situasinya tidak lagi sama, tetapi bukan berarti menjadi lebih buruk.
Perubahan, ketika ia datang, hanya perlu dihadapi, dan tentu saja dinikmati. Agar semua yang indah dari kondisi yang berubah bisa membungkus rapat bagian yang tidak indah.

+++++++




@trima kasih pada Ester Lianawati ( Intisari-Maret-2011 ), tulisan anda sangat bermanfaat bagi keluarga kami...

@ teruntuk suamiku...selamat bertugas di tempat yang baru di SMP 2 Bodeh ...Longkeyang, suatu desa yang indah dan sejuk dengan penduduknya yang ramah dan familiar






 

2 komentar:

  1. Mantap sekali postingnya... Oh ya terima kasih sudah follow

    BalasHapus
  2. salam kenal pak Ikhsan ... terima kasih uda meluangkan waktu untuk komen ...

    BalasHapus